Tradisi Menyambut Bulan Ramadan


BULAN Ramadan sudah hadir di depan mata. Ternyata, kaum Muslim dari berbagai penjuru Tanah Air memiliki ragam tradisi kuliner demi menyambut Ramadan. Tradisinya berbeda, namun semangatnya tetap sama, yakni bentuk syukur serta kegembiraan akan datangnya bulan puasa.

"Bulan Ramadan merupakan bulan penuh berkah, dimana tradisi yang dilakukan di seluruh daerah di Indonesia merupakan tradisi leluhur. Tradisi ini dilakukan turun-temurun, sebuah persembahan sebagai wujud rasa syukur.

Meskipun tradisi turun-temurun tetap dilakukan, diakuinya, proses memasak sedikit berubah. Perubahan zaman memaksa tradisi ini juga ikut berubah.

"Tradisinya tetap mengikuti turun-temurun, hanya saja proses masaknya lebih modern karena mengikuti perubahan zaman. Banyak orang yang mengolahnya dengan cara praktis tanpa menanggalkan sedikit pun rasa serta aroma yang menjadi khasnya," bebernya.

Dalam kalender Islam, bulan Ramadan akan di awali dengan datangnya bulan Sya’ban. Di bulan Sya’ban ini biasanya digelar banyak tradisi kuliner menyambut datangnya bulan Ramadan. Berikut tradisi menyambut Ramadan dari berbagai daerah di Indonesia:

Tradisi Lepat Gayo

Selain tradisi Meugang, yaitu menyediakan menu masakan daging menjelang Ramadan, warga beberapa daerah di Aceh juga memiliki tradisi menyiapkan penganan berbuka bernama lepat gayo. Biasanya, menu ini menjadi penutup sahur serta berbuka puasa. Tradisi ini dilakukan oleh warga di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah.

Lepat gayo, sejenis kue basah, dimana adonannya mirip dengan lepat bugis. Hanya saja, terdapat perbedaan yakni lepat gayo tidak berbentuk piramida seperti lepat bugis, tapi berbentuk bulat panjang yang digulung dalam daun pisang. Makanan ini dibuat dari tepung beras ketan, biasanya berisi kelapa manis serta prosesnya dikukus, sekilas bentuknya mirip lemper.

Lepat gayo memiliki daya tahan sampai beberapa bulan, bahkan ada yang sampai setahun. Lepat gayo yang usianya sudah setahun, kondisinya sudah mengeras hampir seperti batu. Untuk memakannya, lepat gayo harus terlebih dahulu dipanggang di atas bara api. Lepat gayo dibuat secara gotong-royong oleh seluruh kaum kerabat, biasanya sampai berakhirnya bulan Ramadan.

Makanan ini memang disajikan untuk berbuka puasa karena merupakan wujud penghormatan kepada tamu sebab aroma gula aren yang sudah dipanggang sangat memancing selera makan. Makanan inipun dipercaya dapat memerlambat rasa lapar disebabkan oleh komposisi di dalamnya, rata-rata berkadar kalori cukup tinggi sehingga layak disebut menu penambah energi. Hal ini tidak terlepas dari komposisi kandungan kalori dalam lepat gayo, meliputi tepung beras ketan, gula aren atau gula jawa (gula tebu), kelapa yang sudah dimasak dengan gula, dan garam.

Tradisi Nyorog

Di Betawi, ada tradisi Nyorog atau membagi-bagikan bingkisan makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua, seperti bapak atau ibu, mertua, paman, kakek atau nenek. Ini menjadi sebuah kebiasan yang sejak lama dilakukan sebelum datangnya bulan Ramadan. 

Meski istilah "Nyorog” sudah mulai menghilang, kebiasan mengirim bingkisan sampai sekarang masih ada di dalam masyarakat Betawi. Bingkisan tersebut biasanya berisi bahan makanan mentah, ada juga yang berisi daging kerbau, ikan bandeng, kopi, susu, gula, sirup, dan lainnya.

Tradisi ini di masyarakat Betawi memiliki makna sebagai tanda saling mengingatkan bahwa bulan suci Ramadan akan segera datang. Selain itu, tradisi khas Betawi ini dikenal sebagai pengikat tali silahturahmi sesama sanak keluarga.

Tradisi Munggahan

Munggahan adalah satu kegiatan berkumpul bagi anggota keluarga, sahabat, bahkan teman-teman untuk saling bermaafan sambil menikmati sajian makanan khas untuk kemudian memersiapkan diri menghadapi Ramadan. Tradisi munggahan berasal dari daerah Sunda, Jawa Barat.

Biasanya, tradisi ini dilakukan oleh hampir semua golongan masyarakat walaupun dengan cara berbeda-beda, tetapi intinya tetap satu, yaitu berkumpul bersama sambil menikmati sajian makanan yang disuguhkan. Inilah tradisi yang biasa dilakukan di tengah masyarakat Sunda pada umumnya yang secara turun-temurun terus dipertahankan oleh setiap generasi berikutnya.

Tradisi Meugang

Bila di daerah Aceh Tengah sangat khas dengan tradisi lepat gayo, berbeda dengan di daerah Aceh lainnya, seperti di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) atau yang akrab disebut dengan Kota Serambi Mekah. Warganya menyambut datangnya bulan suci Ramadan dengan menyembelih kambing atau kerbau.  Tradisi ini disebut Meugang. Konon, tradisi Meugang sudah ada sejak 1400 Masehi atau sejak zaman raja-raja Aceh.

Tradisi makan daging kerbau atau kambing ini biasa dilakukan oleh seluruh warga Aceh. Bahkan jika ada warga yang tidak mampu membeli daging untuk dimakan, semua warga akan bergotong-royong membantu agar semua warganya dapat menikmati daging kambing atau kerbau sebelum datangnya bulan Ramadan. Tradisi Meugang biasanya juga dilakukan saat hari raya Lebaran dan Hari Raya Haji.

Tradisi potong sapi

Dalam menyambut bulan puasa, warga Bengkulu mulai memotong sapi dan kerbau, dimana dagingnya nanti dijual sesama warga. Tradisi yang sudah dilakukan sejak dahulu ini bertujuan menekan harga daging di pasaran. Bahkan, menurut warga Bengkulu, tradisi ini dipercaya sebagai wujud syukur persembahan serta wujud terima kasih kepada Sang Khalik.

Tradisi telur ikan mimi

Menyambut bulan puasa, biasanya masyarakat Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah selalu berebut membeli telur ikan mimi. Tradisi ini menjadi favorit warga, bahkan terasa ada yang kurang bila tidak menyantapnya saat berbuka puasa maupun sahur. Telur ikan mimi sendiri hanya bisa dijumpai pada bulan Ramadan.

Bila dilihat proses penyajiannya, telur ikan mimi seperti gepuk. Telur ikan mimi yang sudah dimasak kemudian dikerok dari cangkangnya, dan dicampur dengan parutan kelapa muda yang sudah diberi bumbu. Bahkan untuk mendapatkan telur ikan mimi, warga rela berdesak-desakan karena khawatir tidak kebagian. Bila tidak kebagian, maka mereka harus menunggu setahun lagi.